• Edisi Nopember 2017
  • Edisi Oktober 2017
  • Edisi September 2017
  • Edisi Agustus 2017
  • Edisi Juli 2017
  • Edisi Juni 2017
  • Edisi Mei 2017
  • Edisi April 2017
  • Edisi Maret 2017
  • Edisi Pebruari 2017
  • Edisi Januari 2017
  • Edisi Desember 2016
  • Edisi Nopember 2016
  • Edisi Oktober 2016
  • Edisi September 2016
  • Edisi Agustus 2016
  • Edisi Juli 2016
  • Edisi Juni 2016
  • Edisi Mei 2016
  • Edisi April 2016
  • Edisi Maret 2016
  • Edisi Februari 2016
  • Edisi Januari 2016
  • Edisi Desember 2015
  • Edisi November 2015
  • Edisi Oktober 2015
  • Edisi September 2015
  • Edisi Agustus 2015
  • Edisi Juli 2015
  • Edisi Juni 2015
  • Edisi Mei 2015
  • Edisi April 2015
  • Edisi Maret 2015
  • Edisi Februari 2015
  • Edisi Januari 2015
  • Edisi Desember 2014
  • Edisi November 2014
  • Edisi Oktober 2014
  • Edisi September 2014
  • Edisi Agustus 2014
  • Edisi Juli 2014
  • Edisi Juni 2014
  • Edisi Mei 2014
  • Edisi April 2014
  • Edisi Maret 2014
  • Edisi Pebruari 2014
  • Edisi Januari 2014
  • Edisi Desember 2013
  • Edisi Nopember 2013
  • Edisi Oktober 2013
  • Edisi September 2013
  • Edisi Agustus 2013
  • Edisi Juli 2013
  • Edisi Juni 2013
  • Edisi Mei 2013
  • Edisi April 2013
  • Edisi Maret 2013
  • Edisi Pebruari 2013
  • Edisi Januari 2013
  • Edisi Desember 2012
  • Edisi Nopember 2012
  • Edisi Oktober 2012
  • Edisi September 2012
  • Edisi Agustus 2012
  • Edisi Juli 2012
  • Edisi Juni 2012
  • Edisi Mei 2012
  • Edisi April 2012
  • Edisi Maret 2012
  • Edisi Pebruari 2012
  • Edisi Januari 2012
  • Edisi Desember 2011
  • Edisi Nopember 2011
  • Edisi Oktober 2011
  • Edisi September 2011
  • Edisi Agustus 2011
  • Edisi Maret 2010
  • Kembali
Majalah Gembala GKJ Nehemia Online

Pengorbanan di Era Digital

Picture
“Apakah yang kami harus perbuat supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki  Allah ? “ (Yoh 6 : 28)

Berapa lamakah kita memakai waktu  untuk berkomunikasi lewat hp, komputer, dengan facebook, email, twitter, whatshap dan lain-lain, yang kita pergunakan untuk berhubungan sesama rekan sekomunitas kita, dan berapa lamakah kita memakai waktu kita untuk berkomunikasi dengan Tuhan  melalui doa, membaca Alkitab, beribadah dan lain-lain. Kedua hal tersebut memang dua hal yang berbeda tetapi di era digital saat ini waktu yang kita pakai untuk yang pertama biasanya sangat dominan sehingga jauh di atas yang kedua, bahkan bisa melupakan menggunakan waktu untuk berdoa dan membaca Alkitab.  Di era digital kita sering menjadi korban berita-berita bohong akibat menjadi obyek pendapat publik yang menyesatkan, sehingga kita perlu bijaksana dalam menerima dan memahami suatu informasi yang ada. Agar kita sekeluarga jangan lepas dari kasih karuniaNya kita perlu membahas dalam tulisan dengan judul tersebut di atas. Perlu diawali dengan pembahasan bijak di media sosial, Alkitab menjadi pusat hidup keluarga kita, Yesus Firman hidup penuh kuasa, dan pengorbanan di era digital.

Kritik dan saran yang membangun sangat dinantikan demi kelengkapan materi pembahasan.

BIJAK DI MEDIA SOSIAL
Indonesia adalah pengguna internet dengan pertumbuhan tercepat di dunia, dengan pertumbuhan 30 prosen  dari total penduduk tercatat sebagai pengguna media sosial aktif, sehingga kita perlu bijak di media sosial.

Sikap kritis dalam menulis dan membaca
Unggahan di media sosial dapat ditulis oleh siapa pun. Di media konvensional, tulisan yang dapat dimuat adalah tulisan seseorang yang sudah terlebih dahulu di cek kepakarannya. Di media sosial siapa pun yang memiliki akun bisa menulis apa pun yang ia pikirkan, dan bisa di akses dan disebarkan secara mudah oleh siapa pun oleh siapa saja. Kebebasan dalam menulis ditambah kemudahan penyebaran menjadi nilai tambah media sosial dibanding dengan media konvensional. Di sisi lain kebebasan ketiadaan tahap penyaringan, baik dari media sosial sendiri maupun si penulis membuat isi tulisan rentan untuk diragukan kebenarannya. Gawatnya di negara kita ini diperparah dengan faktor rendahnya minat baca maupun sikap kritis dalam membaca sehingga membuat seseorang tidak mengecek kembali kebenaran dari unggahan yang ia temukan di media sosial. Inilah yang kemudian  berpotensi membuat tulisan di media sosial dapat berakibat negatif

Perilaku di dunia maya berujung hilangnya esensi hubungan sosial
Media sosial memang menjadi alat komunikasi yang menghubungkan antar pribadi , namun di sisi lain media sosial menjadi panggung untuk orang-orang tertentu memamerkan sesuatu yang dimiliki ataupun aktivitas yang dilakukan, bahkan juga  mengunggah hal atau pendapat yang memicu kontroversi maupun provokasi. Bahkan perilaku yang kurang bijak di media sosial membuat hilangnya tata krama sosial. Misalnya kini tampaknya tak ada lagi perasaan saling menjaga perbedaan pilihan politik maupun agama. Orang tidak lagi mempertimbangkan bahwa pendapatnya di media sosial akan dibaca oleh orang yang berbeda pandangan dan prinsip. Misalnya tata krama sekarang ini sulit diajarkan kepada anak-anak. Caci maki, ungkapan kasar, bully tanpa disadari telah turut andil dalam proses tumbuh kembang anak pada masa kini. Anak-anak terbentuk tanpa tata krama sosial. Terlalu banyak yang kita korbankan dari perilaku tak bijak di media sosial. Guru dan orang tua harus memikirkan pendidikan pada anak soal etika dan tata krama di dunia / era digital pada masa kini.

Unggahan yang mengincar emosi memicu kemarahan
Media berbentuk tulisan atau video sehingga mempengaruhi pikiran dan emosi, dan bagi masyarakat Indonesia pengaruh emosi lebih dominan dari pada pikiran maka perilaku orang akan sangat terpengaruh sehingga kemarahan sangat mudah diekspresikan. Terkadang penulis hanya unggahan berupa aktivitas kesehariannya atau berbagi pendapat tanpa bermaksud buruk, tetapi tidak disadari bahwa penulis tidak bisa mengontrol persepsi pembaca, mungkin ada pihak-pihak yang dengan sengaja membentuk persepsi negatif dan mengunggah di media sosial

Solusi agar media menjadi sejuk
Masyarakat harus bisa bersikap kritis terhadap unggahan di media sosial. Unggahan negatif dapat merugikan orang lain maupun dirinya sendiri. Kita jangan tergantung pada media sosial, karena ketergantungan inilah yang menjadi pintu masuk seseorang untuk menulis dan mengunggah sesuatu yang terlintas di benaknya tanpa memikirkan dampak buruk yang akan ditimbulkan. Kita harus menutup akses akun-akun yang tidak bertanggung jawab , provokatif, dan menjadi pembaca yang kritis dan mempelajari dari berbagai sumber terutama sumber satu komunitas kerohanian kita.

Dampak buruk di media sosial sangat mencemaskan
Media sosial bisa mengarah pada provokasi sosial dan cyber bullying, sehingga kita harus waspada terhadap hilangnya tata krama dan esensi sosial. Kalau media sosial adalah keniscayaan dan tidak bisa dibendung maka kita harus lebih teliti dan kritis serta lebih mengutamakan pemanfaatan waktu dan kegiatan yang berkenan kepada kehendak-Nya.

ALKITAB MENJADI PUSAT HIDUP KITA
Alkitab adalah kitab diatas segala kitab
Sebagai orang beriman kita harus kembali laptop, terutama kita pribadi, anak cucu, isteri/suami, bahkan seluruh kekasih kita agar jangan sampai menomor duakan Alkitab dan dikalahkan oleh alat komunikasi lain apalagi dunia maya di media sosial, Alkitab akan menuntun kita untuk mengenal dan kita  menjadi murid Firman Allah yang hidup yaitu  Tuhan Yesus Kristus yang menjadi andalan kita untuk mengarungi hidup di dunia ini sampai kepada hidup kekal yang Dia sediakan serta janjikan selama-lamanya.

Yesus Kristus adalah Firman Allah yang hidup penuh kuasa
Tuhan Yesus Kristus tidak menetap di dunia dengan tubuh-Nya, Dia tidak mendirikan tahta-Nya di Yerusalem seperti yang diharap-harapkan oleh para murid-Nya. Kerajaan yang didirikan-Nya bukanlah Kerajaan duniawi. Dia naik ke surga di bukit Zaitun, setelah empat puluh hari Dia bangkit dari orang mati, bukan berarti Dia melepaskan dunia, Dia naik tahta di surga dan memegang pemerintahan di surga dan di bumi dengan penuh kuasa dalam pemerintahan yang tidak kelihatan.

J.Gresham Machem  tentang Alkitab mengatakan:
“Bagaimana seharusnya pendirian kita mengenai Alkitab ? Kami yakin bahwa para penulis Alkitab, setelah dipersiapkan Allah bagi tugas itu  oleh campur tangan-Nya di dalam segenap kehidupan mereka,  selanjutnya menerima pimpinan dan dorongan yang penuh berkat  luar biasa dan ajaib dari Roh Kudus, sehingga mereka terpelihara dari pada kesalahan-kesalahan atau kekeliruan-kekeliruan yang biasanya terdapat dalam kitab-kitab lain, dan demikian kitab yang dituliskannya. Alkitab dalam segala bagiannya adalah benar-benar Firman Allah, sepenuhnya benar berkenaan dengan fakta-fakta yang diceritakannya, dan sama sekali berwibawa, dalam perintah-perintahnya.”

PENGORBANAN  DI ERA DIGITAL
Kita semua hidup dalam era digital dengan segala keindahannya, namun jangan sampai kelebihan era digital melemahkan kita untuk hidup beralaskan batu karang yang teguh yaitu Tuhan Yesus Kristus Juru Selamat kita yang tiada henti-hentinya melimpahkan berkat, penghiburan dan kekuatan dalam mengarungi hidup walau kita sering kurang setia dan tergoda dengan media sosial yang timbul di  era digital ini. Komunikasi sesama rekan  semudah  teknologi digital, tetapi komunikasi kita dengan Tuhan  mudah sejauh doa. Sumber komunikasi kita dengan Allah tertulis dalam Alkitab yang dengan kuasa Roh Kudus yang tiada henti menerangi hati dan pikiran kita.”namun aku hidup,tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidup yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku “ (Gal 2 : 20). Yesus bukan nomor satu dalam hidupku, tetapi Yesus adalah keseluruhan daftar kebutuhan dalam hidupku. Amin. JS/PI.

Krkristenan Tidak Pernah Lepas dari Pengorbanan

Picture
Salah satu kelompok perbuatan manusia adalah perbuatan yang mulia yaitu perbuatan baik atau “pengorbanan” yang dilakukan seseorang terhadap orang lain.

Berkorban, mudah untuk diucapkan tetapi sulit untuk dilakukan. Sebenarnya apa sih pengorbanan itu? pengorbanan itu berarti merelakan sesuatu yang berharga (harta, tenaga, pikiran, waktu, nyawa) dari kita untuk diberikan kepada orang lain yang kita cintai dengan tulus demi kebahagiaan mereka.

Pengorbanan berarti tindakan seseorang yang memberikan sesuatu, yang sebenarnya sangat atau “masih bermanfaat besar” bagi sang pemberi, yang diberikan sebagai “tanda bakti atau kesetiaan” kepada seseorang. Semua pengorbanan adalah sesuatu yang diberikan, tetapi tidak semua yang diberikan adalah pengorbanan, hanyalah pemberian yang kita berikan kepada orang lain dimana yang kita berikan itu masih sangat bermakna bagi kita, itulah yang dikategorikan sebagai pengorbanan.

Beberapa contoh konkrit dari berkorban; orang tua rela membanting tulang untuk mencari nafkah demi kesejahteraan anaknya; seorang pacar rela meluangkan waktunya untuk menjemput sang pujaan hati, seorang anak merelakan waktu untuk menemani orangtuanya jalan-jalan, menemani mereka mengobrol; anak-anak Tuhan rela mengorbankan waktunya untuk berdoa, bersaat teduh, membaca alkitab setiap hari demi membangun relasi yang akrab dengan-Nya, melayani-Nya. Ada juga pengorbanan yang dilakukan para pejuang kita demi kemerdekaan bangsa hingga mereka rela mati demi bangsa ini. 

Pengorbanan bagi Allah yaitu Waktu.
Semua orang mempunyai waktu yang sama yaitu 24 jam dalam satu hari-satu malam. Masing-masing orang tentu perlu mengaturnya supaya tidak ketinggalan dalam perubahan zaman. Waktu diberikan diatur untuk : bekerja, mencari nafkah, untuk anak-anak dan keluarga, untuk sesama, ibadah, dll.
Ada seorang kristen yang tidak mengorbankan waktunya bagi Allah. Misalkan, waktu yang seharusnya dipakai untuk ibadah pada hari Minggu itu, justru dipakai untuk mengerjakan hal lainnya. Waktu yang ada semata-mata hanya dipergunakan untuk diri sendiri dan tidak mau mengorbankan waktunya untuk mendukung program-program jemaat.

Lihat dan perlu dicontoh jemaat di Berea, mereka hari demi hari menyisihkan waktu untuk mempelajari Firman Allah (Kisah Rasul 17:11). Contoh lain adalah Abraham. Dalam Kejadian 22, ketika Allah memerintahkan agar dia mempersembahkan Ishak kepada Tuhan di sebuah tempat yang akan ditunjukkan Allah kepadanya, sesudah tiga hari perjalanan maka tibalah dia di tempat yang ditetapkan Allah. Berapa harikah Abraham meninggalkan pekerjaannya demi Allah, minimal enam hari.

Orang Kristen yang adalah keturunan Abraham yang diperintahkan untuk tidak undur dari perhimpunan bersama-sama dalam beribadah kepada Tuhan (Ibrani 10:25).  Tetapi kenyataanya ada saja jemaat yang sengaja meninggalkan perhimpunan karena urusan keluarga, kegiatan sekolah atau pekerjaan umum lainnya. Ingatlah, bahwa Allah yang berkuasa atas waktu dan Dia jugalah yang memberikan waktu itu bagi kita, sebab itu selayaknyalah kita berterimakasih, menghargai dan mengaturnya sebijaksana mungkin sehingga tidak ada yang teralpakan baik untuk diri sendiri terlebih untuk Tuhan. Satu contoh dari pengorbanan tubuh dapat berupa tidur satu jam lebih sedikit untuk melakukan pekerjaan Tuhan, seperti menyelesaikan artikel atau melakukan beberapa pelayanan spiritual lainnya.

Pengorbanan Yesus, yang Agung dan Sejati 
W. T. Stead, wartawan asal Inggris yang hidup di awal abad ke-20, berada di atas kapal Titanic ketika kapal itu menabrak gunung es di Atlantik Utara pada tanggal 15 April 1912. Menurut laporan, setelah membantu para wanita dan anak-anak naik ke dalam sekoci; Stead mengorbankan nyawanya dengan membiarkan orang lain memakai pelampungnya dan mengambil tempatnya di sekoci yang ada agar mereka dapat diselamatkan.

Pengorbanan diri memang sangat mengharukan. Tidak ada teladan pengorbanan diri yang lebih besar daripada yang telah diberikan oleh Yesus Kristus. Penulis kitab Ibrani berkata; “Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah. . . . Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan” (Ibr. 10:12,14). Dalam suratnya kepada jemaat di Galatia, Paulus memulai dengan kata-kata yang menggambarkan tentang pengorbanan agung itu: “Tuhan Yesus Kristus . . . yang telah menyerahkan diri-Nya karena dosa-dosa kita, untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini...” (Gal. 1:3-4).

Dia begitu mencintai manusia yang penuh dosa hingga Dia rela mengorbankan Anak Tunggal-Nya untuk disalib demi menebus dosa manusia, demi keselamatan manusia. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh.3:16).

Yesus Harta Allah paling berharga
Penulis Injil Yohanes menyatakan bahwa : “... Maria mengambil setengah kati minyak narwastu yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus ...” (Yohanes 12:3). Minyak narwastu berasal dari pohon narwastu, yang tumbuh di tanah Arab atau India;  pengorbanannya jauh melebihi kemampuannya. Seorang pejuang bersedia hartanya untuk mendanai perjuangan kemerdekaan bangsanya;  bahkan nyawanya menjadi sesuatu korban.

Tetapi tidak ada yang lebih dari pengorbanan Tuhan Yesus di salib, sungguh merupakan karya terbesar dalam hidup kita. Saking cintanya, Allah tidak berpikir dua kali untuk mengorbankan “harta-Nya” yang paling berharga agar manusia jangan binasa. Itulah pengorbanan dan cinta yang sejati.

Pengorbanan Pikiran dan Hargadiri
Contoh pengorbanan dari pikiran, ketika orang mempunyai pilihan untuk menonton film favoritnya atau membantu untuk menyiapkan liturgi, dan dia memilih yang terakhir. Di sini dia mengorbankan sesuatu, yang dinikmati oleh pikiran (menonton film), untuk Tuhan. Pengucapan dan repetisi yang terus menerus juga merupakan pengorbanan dari pikiran.

Maria meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya...”. Untuk memahami hal itu, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan. Pekerjaan meminyaki atau membasuh kaki adalah pekerjaan seorang hamba yang sangat rendah terhadap majikan atau tamu majikannya. Dan ketika Yesus turun tangan untuk menghilangkan ketegangan itu. Ia mengikat pinggang-Nya, mengambil kain dan air dalam baskom, lalu membasuh kaki murid-murid-Nya satu persatu. 

Cinta Yesus, Siap Berkorban
Bila kita masih ragu berkorban, berarti kita belum sungguh-sungguh mencintai mereka. Jika kita mengaku mencintai Tuhan, sudahkah kita mau berkorban untuk-Nya? Mengorbankan waktu, pikiran, tenaga, bahkan nyawa untuk-Nya?  Banyak orang yang berkata, "Aku mencintai Yesus dengan segenap hatiku." Bahkan merelakan seluruh hidupnya hanya untuk Tuhan. Bukan hanya itu, seluruh harta dan kekayaannya direlakan untuk membantu pekerjaan Tuhan. Namun, pernahkah Anda berpikir kepada siapakah Anda berkorban? Mengapa Anda mau berkorban? Untuk apa Anda berkorban? Melayani Tuhan berarti merelakan diri untuk siap berkorban. Baik korban tenaga, korban waktu, korban perasaan, korban uang dan mungkin juga korban nyawa.

“Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh. 15:13). Kalau kita menafsirkan secara kontentual, maka yang dimaksud korban yang hidup adalah kita menyerahkan seluruh hidup kita bagi Allah. “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati”. (Rom 12:1).

Bila kita mengaku, bahwa kita adalah orang Kristen, namun tidak mau menyerahkan hidup kita bagi kemuliaan nama-Nya, maka ada beberapa kemungkinan.
  1. Kita tidak tahu apa tujuan dari kita ditebus dengan darah Kristus yang mahal. Kita menganggap jadi Kristen adalah identik dengan saya menerima anugerah keselamatan demi kepentingan hidup saya sendiri, jadi saya menikmati hidup selamat ini untuk diri saya sendiri.
  2. Kita adalah orang yang tidak tahu berterima kasih. Sikap ini identik dengan sikap yang menghina karya Kristus dan memandang rendah alias meremehkan alias tidak menghargai.
  3. Kita tahu akan anugerah Allah, dan kita tahu kalau harus berterima kasih, namun kita masih terikat pada hati yang mencintai harta lebih dari pada Tuhan, atau masih dikuasai kekuatiran akan masa depan, karena hari inipun masih terus dalam kekurangan.
Kristus disalib di Kalvari Tidak mati sebagai martir; Tetapi suatu pengorbanan sejati Oleh-Nya bagimu dan bagiku.( Adams)

ALLAH selalu Mengambil Prakarsa Pengorbanan yang Sejati

Picture
“Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya”. (Kej.3:15)

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”. (Yoh.3:16)

“Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya”. (Yoh.15:13)
           
Sudah sangat tepat Begawan Andreas Hutomo memilih Mas Gareng sebagai ketua timses pemenangan pemilihan ketua majelis, sehingga Beliau dapat melenggang menjadi ketua majelis pada periode pertama dan bahkan juga yang kedua.  Sedangkan Bapak Jokowi saja dengan susah payah menjadi presiden pada periode pertama, dan bahkan untuk periode kedua kelihatannya sudah ancang-ancang  mulai dari sekarang melalui program President’s Corner. Jadi,apa rahasianya? Kok Begawan Andreas Hutomo bisa dengan mudahnya melenggang menjadi pimpinan Padepokan Lebak Bulus pada periode kedua? Nggilut-gilut Sabda   
 
Apa ta iki? Artinya kesukaanya membaca dan merenungkan Firman Tuhan siang dan malam. Bukan hanya itu saja, Beliau berada di Bait Allah siang dan malam bak Samuel, sampai-sampai Ibu Begawan sedikit keponthalan, namun Ibu Begawan juga sangat sigap di dalam pelayanannya, sehingga dapat diatasi dan keduanya, Bapak dan Ibu Begawan, kelihatan sangat serasi. Sudah dapat dipastikan beliau sangat menghayati Kejadian 3:15, Tuhan yang menciptakan Adam dan Hawa menurut rupa dan gambar-Nya dan sekaligus menempatkan mereka di kompleks super vip Taman Eden, e kok malah mengkhianati Allah dan menuruti kehendak si ular. Maka jatuhlah manusia kedalam dosa. Hubungan yang harmonis dengan Allah terputus karena dosa manusia.

Namun kasih Allah kepada manusia tidak pernah putus dan menjanjikan penolong kepada mereka seperti tertera pada Kejadian 3:15 yang sangat dihayati oleh Begawan Andreas Hutomo. Apakah ini bukan suatu pengorbanan dari Allah? Ia yang Maha Kudus itu rela berkorban, pengorbanan harga diri, karena kasihnya kepada manusia. Hal inipun sering dialami oleh Begawan Andreas Hutomo sebagai ketua Padepokan, yang harus rela mengorbankan banyak hal meneladani Yesus Sang Kepala Gereja. Kita sebagai anggota Padepokan Lebak Bulus patut bersyukur atas pengorbanan Begawan Andreas Hutomo bersama seluruh asistennya dengan tulus tanpa imbalan, suatu pengorbanan yang sejati.

Pengorbanan Tanpa Syarat
Apakah pengorbanan yang sejati hanya seperti itu saja? Ada yang lebih seru lagi, yaitu istilah kerennya “unconditional” pengorbanan, pengorbanan walaupun…,meskipun….., bukan pengorbanan karena…, saya rela berkorban karena engkau kaya, engkau gagah, engkau cantik, engkau pejabat, ..ecetera,ecetera…,ini namanya pengorbanan dengan pamrih, seperti tukang pancing saja, pura-pura kasih umpan udang kecil untuk dapat ikan kakap.
Yang lebih trendi saat ini adalah bagi-bagi gratifikasi untuk dapat mengkorupsi e-KTP!

Sangat beda dengan pengorbanan unconditional alias tanpa syarat, lihatlah kita semua adalah manusia yang berdosa, istilah John Newton (1725-1807) dalam lagu yang dirilis pada tahun 1799 yang sangat kita kenal itu: Amazing Grace, how sweet the sound. That save a wretch like me….

Kita belum sadar kan, bahwa Yesus itu sebenarnya seorang pemulung? Tapi bukan sekadar pemulung tetapi seorang Pemulung Agung.Kenapa begitu?
Kita yang penuh dengan dosa ini bagaikan barang-barang rongsokan, yang tidak berharga, tidak berguna, dengan  penuh kasih sayang dipungut-Nya kita, tidak dijual kepada para pengepul barang-barang rongsokan, namun diperbaiki, di overhaul menjadi barang yang sangat istimewa. Dengan ini terbukti kembali Allah berprakarsa menolong manusia dengan mengorbankan Anak-Nya yang tunggal: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”(Yoh.3:16)

Hebat bukan? Ia berkorban bagi kita tanpa syarat, unconditional, walaupun kita berdosa, kita hanyalah barang rongsokan, Aku sangat mengasihimu dan rela berkorban bagimu:”Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya”( Yoh.15:13 ).Nah, kalau sudah begini, diberi contoh oleh Sang Pemulung Agung (yang tidak kasat mata), tetapi contoh yang diberikan oleh Begawan Andreas Hutomo dapat kita lihat dan rasakan dan dapat kita jawil bukan hanya tiap hari Sabat tetapi at any time melalui handi beliau. Mau tunggu apa lagi? Ayo kita meneladani-Nya, dengan melakukan pengorbanan yang sejati dalam kehidupansehari-hari. Selamat berkorban! Elieser Hadmodjo.

Persekutuan yang Hidup Perlu Pengorbanan

Picture
Pengorbanan atau kontribusi individu bisa berupa toleransi yang tinggi terhadap perbedaan yang ada, pengorbanan perasaan, pengorbanan waktu, pengorbanan tenaga, bahkan kalau perlu pengorbanan uang/harta demi terciptanya persekutuan yang hidup tadi.
 
Salah satu dari lima Misi GKJ Nehemia adalah “ Mewujudkan Persekutuan Yang Hidup”. Untuk mewujudkan hal itu menjadi pekerjaan tersendiri bagi gereja dan jemaatnya. Faktor penting untuk mewujudkannya adalah, bahwa  semua pihak yang terlibat dalam persekutuan bersedia untu memberikan kontribusi pribadi. Kontribusi disini boleh dikatakan sebagai pengorbanan individu demi terwujudnya persekutuan yang hidup, saling dekat satu dengan yang lain, saling mengerti, bahkan sehati    dalam mencapai Visi GKJ Nehemia. Pengorbanan atau kontribusi individu bisa berupa toleransi yang tinggi terhadap perbedaan yang ada, pengorbanan perasaan, pengorbanan waktu, pengorbanan tenaga, bahkan kalau perlu pengorbanan uang/harta demi terciptanya persekutuan yang hidup tadi.
 
     Pendapaat pribadi saya , “Persekutuan yang Hidup” adalah persekutuan yang memiliki ciri-ciri:
  • Selalu memuliakan Allah Tritunggal dengan tulus dan sukacita.
  • Adanya kesatuan hati dan pikiran antar warga.
  • Warga bersedia berkorban bagi warga lain yang menemuai kesulitan.
  • Satu dengan yang lain bersedia mengingatkan apabila ada  yang undur iman.
  • Satu dengan yang lain tidak membedakan suku, ras, dan status sosial.
  • Selalu berpandangan positif satu terhadap yang lain.
 
Untuk mewujudkan hal itu menjadi pekerjaan tersendiri bagi gereja dan jemaatnya. Faktor penting untuk mewujudkannya adalah, bahwa  semua pihak yang terlibat dalam persekutuan bersedia untuk memberikan kontribusi pribadi. Kontribusi disini boleh dikatakan sebagai pengorbanan individu demi terwujudnya persekutuan yang hidup, saling dekat satu dengan yang lain, saling mengerti, bahkan sehati    dalam mencapai Visi GKJ Nehemia. Pengorbanan atau kontribusi individu bisa berupa toleransi yang tinggi terhadap perbedaan yang ada, pengorbanan perasaan, pengorbanan waktu, pengorbanan tenaga, bahkan kalau perlu pengorbanan uang/harta demi terciptanya persekutuan yang hidup tadi.
 “Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi  segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama”. (Kis. 4:32).
 
 Toleransi
Untuk menciptakan dan memelihara persekutuan yang hidup (bukan sekedar bersekutu), diperlukan  sifat toleran terhadap segala kemungkinan perbedaan. Keadaan  toleran mengandung makna tidak ada pihak yang mengalah. Kedua pihak boleh mempertahankan pendiriannya masing-masing, tetapi bersedia menghormati pendirian yang lain, sehingga tidak perlu menimbulkan rasa permusuhan. Persekutuan yang Hidup memerlukan penyesuaian lahir batin yang terus menerus antar individu di dalamnya . Penyesuaian itu memang tidak selalu mudah, kadang-kadang dapat menimbulkan krisis. Proses penyesuaian batin adalah hal yang lebih sulit.
 
Perjumpaan yang membangun
Perjumpaan kita dengan banyak orang seharusnya adalah perjumpaan yang membangun, perjumpaan yang menyemangati, perjumpaan yang memotivasi orang lain untuk mendapatkan ‘rumput hijau’ dan ‘air yang segar’. Perjumpaan itu menjadi perjumpaan yang sangat positif dan membangun. Sangat disayangkan bila ada  orang yang dalam perjumpaannya dengan orang lain tidak melihatnya sebagai kesempatan untuk ‘menjadi sahabat’, tapi malah menjadi perjumpaan yang membuat orang lain ‘gagal fokus’, ‘gagal paham’, yang membuat orang lain sering salah dalam bersikap.Ketika kita menjadikan Kristus sebagai ’pola hidup’, teladan, sumber inspirasi dalam perjumpaan kita dengan orang lain, maka pastilah dalam perjumpaan itu kita akan selalu merendahkan diri, rela berkorban dan tidak takut ‘dibully’..
 
Mendukung kesetiaan kepada Tuhan.
Kita  memerlukan persekutuan untuk menolong kita dalam membentuk pandangan  dan meninjaunya kembali. Tanpa persekutuan yang demikian (sesuai dengan iman kita), kita mudah disesatkan. Ambil contoh, “Hampir semua orang melukai perasaan saya, siapakah yang akan menolong saya untuk tidak melukai hati orang lain”  Jawabnya ialah bahwa kita memerlukan persekutuan Kristen untuk menolong kita melawan pengaruh-pengaruh yang tidak sesuai dengan iman kita. Alkitab memanggil kita untuk menentang banyak pengaruh masyarakat yang tidak sesuai dengan iman kekristenan. Tetapi satu orang sendirian tidak mampu melawan pengaruh banyak orang. Gereja dimaksudkan oleh Tuhan sebagai persekutuan yang dapat mendukung pemikiran kita dan mendukung kesetiaan kita pada Allah ditengah-tengah pengaruh lain. Orang Kristen tidak dipanggil memencilkan diri,. Ia membutuhkan persekutuan dengan orang-orang yang juga memegang norma-norma Kristen.
 
Membuat damai dan teduh.
Berbagai aktivitas yang dikerjakan setiap warga jemaat sesuai dengan talenta yang dimilikinya merupakan karunia yang diberikan Tuhan kepada kita, agar setiap umat mampu berkarya untuk dapat memancarkan terang. Pemikiran, tenaga serta kemauan diri setiap manusia terbentuk oleh karena motivasi hidup. Motivasi yang terbentuk harus bertujuan untuk kematangan Iman kepada Tuhan melalui talenta dan daya cipta diri. Oleh karena itu, menyatakan diri kita untuk terus memancarkan terang dalam keseharian kita mencerminkan alkitab terbuka yang dapat dilihat oleh siapapun, dimanapun, dan bagaimanapun. Terang Kristus terpancar karena ketulusan dan kebaikan kita dalam bersikap, bertutur kata, dan bertindak. Semoga dengan sikap yang demikian, akan dapat menjadi cermin untuk sekeliling kita sekaligus menjadi teladan kehidupan, atau setidaknya membuat damai dan teduh bagi lingkungan persekutuan kita.
 
Kesetaraan
Pada zaman diskriminasi rasial di Amerika, sebuah wastafel bisa menjadi petunjuk adanya ketidakadilan dan ketidaksetaraan. Di atas wastafel terbaca petunjuk: No colored allowed. Bahkan ada juga yang tertulis dengan lebih kasar: No: dogs, negros, Mexicans, allowed. Anjing-anjing, orang-orang Negro, dan orang-orang Mexico, dilarang. Kebenaran karena iman dalam Kristus melampaui suku, bangsa , dan stratifikasi sosial, karena yang beragam dan berbeda-beda ini disatukan dalam Kristus. Meneladani kesetaraan di dalam Kristus berarti menganggap yang lain sama nilainya dengan kita di hadapan Tuhan. Bisa saja mereka tidak sama suku, status sosial, jenis kelamin, namun demikian mereka adalah anak-anak Allah sama seperti kita di dalam Yesus. Ketersedian untuk memandang setara pada siapapun merupakan kontribusi/pengorbanan tersendiri dalam mewujudkan persekutuan yang hidup.
 
Pendidikan bersekutu
Kita mengaku bahwa Tuhan Yesus mati dan bangkit untuk menyelamatkan, menebus atau mengampuni umat manusia. Tetapi penginjil Yohanes pernah menulis tujuan yang berbeda. Dalam Yoh. 11: 52 ia merumuskan, “ …… untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai berai”. Kalimat ini dicatat oleh penginjil dari nubuat Kayafas. Karena itu persekutuan yang kuat dari umat Kristen bukan sekedar pilihan bagi gereja, melainkan sebuah suruhan yang perlu dilaksanakan. Kesadaran, pemahaman dan perilaku tentang bersekutu memerlukan pendidikan. Karena perilaku kita sangat dipengaruhi oleh pendidikan yang kita terima dari orang tua. Kebiasaan baik ini tidak akan tumbuh bila tidak dibiasakan dari sejak usia anak-anak. Perlu proses yang panjang untuk menumbuhkan sifat siap bersekutu ini. Sebab itu gereja adalah persekutuan didik-mendidik atau persekutuan belajar dan mengajar. Tiap warga gereja mulai dari balita hingga lansia dipanggil untuk dididik dan juga mendidik sesuai dengan kemampuannya. Akhirnya,  persekutuan yang hidup hanya akan terwujud karena kesiapan berkorban dari setiap warga jemaatnya dalam penyertaan Kristus Yesus, Tuhan kita. Amin. Dari beberapa sumber. Depok, 12 Juli 2017. Munari.

Cinta Kasih Bukan Pengorbanan

Picture
Tanpa melihat perbedaan yang nyata antara memberi dan berkorban, amanat suci  kristiani dalam dunia modern sering dikacaukan dengan pendapat bahwa pengorbanan hanya ditandai dengan subyektivitas seseorang terhadap orang lain. Masyarakatpun tidak mendukung adanya pemberian yang gratis, melainkan hanya memikirkan imbalan apa yang bakal diterima atas pemberian tersebut.

Di Barat, seruan tentang keadilan dalam memberi dan menerima membuat sebuah pernikahan harus di definisikan kembali. Perbedaan yang hakiki antara kaum heteroseksual dan homoseksual membuat seolah-olah tidak adil apabila kita memaksa kaum homoseksual tidak boleh menikah, sementara tidak ada larangan bagi kaum heteroseksual untuk menikah.

Tampaknya konsep tentang keadilan sering dicela, khususnya bila kita mengatakan: “sungguh tidak adil bahwa sebuah apel bukanlah sebuah jeruk”.  Kebawelan kita bermain kata-kata akan membuat kita tersesat didunia antah-berantah manakala sebuah definisi tidak diartikan apa adanya, melainkan diterjemahkan seenaknya oleh mereka yang memiliki kekuasaan.

Sungguh tidak adil melihat orang tidak berdosa mati dikayu salib. Sebagai refleksi, bahwa iman Kristen terpusat pada kematian Yesus yang juga Tuhan, kita bisa mulai melakukan pendekatan terhadap problema yang dihadapi oleh moralitas modern yang menyamakan penolakan orientasi seksual dengan kehidupan yang tidak lengkap.

Bagaimanapun juga, pesan dari penyaliban Kristus tidak dapat dirasakan langsung seperti yang ditampakkan. Sering kita berkata tentang penyaliban Kristus yang tidak adil, dan menyoroti pengorbanan Yesus sebagai sebuah ajaran yang tidak memadai. Lalu mengapa seseorang harus berkorban, dan mengapa bukan orang lain? Mengapa pula kehidupan tidak adil dan haruskah kita membuatnya menjadi berkeadilan?

Mudah berbicara tentang pengorbanan, dan mudah pula mengatakan kita semua terpanggil untuk berbagi tentang penderitaan Yesus dikayu salib. Juga sangat mudah bagi mereka yang telah mapan dalam hidupnya untuk menyuruh orang lain berkorban padahal dirinya sendiri tidak mau. Namun dengan memikirkan bagaimana Yesus menderita dan menyerahkan nyawanya, kita bisa saja meminta orang untuk mengikuti jejak Yesus di jalan berbatu dan penuh semak belukar.  Dengan melakukan ini dapat dikatakan bahwa ganjaran hanya akan diperoleh di neraka. Tetapi surga bukanlah hadiah, dan Yesus tidak menyuruh kita menderita, Ia memanggil kita untuk mengasihi dan surga adalah tempat dimana kasih itu digenapi. Menderita tanpa cinta kasih adalah neraka, sedangkan menderita karena cinta kasih adalah surga.

Cinta kasih memberi arti bagi pengorbanan, tetapi bukan pengorbanan itu sendiri, karena cinta kasih tidak mengandung arti yang negatif. Cinta kasih tidak pernah tercerabut dari diri kita, malah mengisi ruang kosong dalam hidup kita dan oleh karenanya cinta kasih selalu bersifat positif. Sebuah lagu di tahun 70-an berjudul “He ain’t heavy, he’s my brother” yang didendangkan oleh The Hollies, mengilustrasikan konsep diatas. Tentu saja memanggul saudara kita secara fisik maupun non-fisik sungguh berat dan tidak menyenangkan. Namun beban tersebut tidak terasa karena rasa cinta kepada saudara kita menyebabkan kita tidak memandangnya sebagai beban. Hal ini dilakukan bukan karena ingin mendapat imbalan atau supaya masuk surga, melainkan semata-mata mengasihi saudara kita.

Cinta kasih dimulai dengan rasa memiliki akan sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri, tidak merasa direndahkan, dan bukan pula berasal dari perasaan hati. Melainkan sesuatu yang berada diluar kita dan penuh dengan misteri, sampai-sampai kita merasa harus memberikan segalanya. Menanggung beban saudara kita dan tidak mengharapkan imbalan apapun, hal ini semata-mata karena berpartisipasi dalam memberikan sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri.

Kita sebagai orang Kristen tahu bahwa Yesus memikul salib kemanusiaan dipunggungnya. Bukan penderitaan Yesus yang menyelamatkan umat manusia melainkan kasih-Nya yang besar itulah.  Kasih Yesus memikul luka-luka yang disebabkan tiadanya kasih atau lebih dikenal sebagai dosa. Akibat dosa adalah penderitaan yang berujung maut, dan tragedi yang ditimbulkan biasanya juga menimpa orang lain baik disadari atau tidak. Kasih tidak bermula dari pertanyaan “siapa yang melakukan ini” atau “siapakah saya”. Kasih dimulai dengan mengangkat dan memanggul saudara kita yang menderita tanpa melihat siapa yang menyebabkan ia menderita, tetapi juga memaafkan pelakunya. Seseorang mengasihi dengan memberikan apa yang ada dalam dirinya tanpa bertanya apakah ini adil atau tidak adil.

Surga menjadi lebih berarti bila kita mengerti bahwa cinta kasih adalah sebuah pemberian. Kematian dan kebangkitan Kristus membuka mata kita bahwa pintu sudah terbuka dan surga telah siap menerima kita. Namun ini bukan berarti kalau kita mengikuti perintah Allah otomatis lolos dipintu gerbang yang tidak terjaga tersebut. Sebaliknya kehidupan adalah untuk mengasihi, bukan untuk melaksanakan dogma atau aturan secara kaku. Ada kehidupan saat  kita menerima undangan untuk berpartisipasi dalam kasih yang berasal dari Allah. Lihat tentang hukum kasih (Matius 22:37-40). Pada akhirnya cinta kasih akan menuntun kita kepada sang pencipta yang tidak saja memberikan kita kehidupan melainkan sebuah hadiah yaitu undangan untuk menyebarluaskan kasih kepada sesama manusia. Sekalipun kasih-Nya tidak terbatas, kemurahan hati-Nya juga tak terbatas, hal ini belum tentu dapat mengubah seseorang yang berkeras hati dan bebal untuk melakukan perubahan dalam hidupnya. Ini hanya akan bisa diperbarui bila secara aktif menerima undangan untuk berpartisipasi dalam pemberian kasih Allah.

Berkorban selalu dipuja-puja, tetapi kini telah kehilangan maknanya berjalan dengan waktu, karena selalu dikaitkan dengan keuntungan jangka panjang. Tetapi kenyataannya tidak pernah ada keuntungan jangka panjang yang diperoleh dengan melakukan dosa, keserakahan, dan paksaan. Dalam banyak kasus, bila kita ikuti naluri kita yang kadang kala membingungkan, maka lebih baik menunggu dan biarkan waktu yang akan meyakinkan anda. Lakukan apa saja yang bisa membuat keseimbangan antara menjaga kebahagiaan kita  dan melakukan sesuatu yang membuat orang lain berbahagia.

Dalam pengertian Kristiani pengorbanan bukan merupakan kewajiban yang dipaksakan, dan bukan pula mengharapkan imbalan. Pengorbanan dilakukan secara suka rela, tidak melihat latar belakang seseorang, bahkan tidak mengharapkan ucapan terima kasih. Bila seseorang bersikap demikian, ia tidak akan merasa seperti berkorban. Hal ini tidak mudah karena memerlukan upaya yang sangat kuat, dan dengan berkorban tidak akan menjadi beban, bahkan bisa menjadi kebahagiaan tersendiri. Dengan memberikan kesenangan kita sendiri kepada orang lain, bukan berarti kita menyakiti diri sendiri, melainkan membuat tali persaudaraan menjadi lebih erat. Dengan belajar mengasihi diri kita sendiri, maka berkorban untuk orang lain menjadi lebih mudah.

Kita bisa memperoleh kebahagiaan dengan membahagiakan orang lain. Bila kita mengasihi orang lain tanpa syarat dan melihat mereka bahagia, inilah yang membuat kita benar-benar bahagia. Bila orang menemukan kebahagiaan dari dalam diri kita, dan kita mengasihi mereka setulusnya, maka pengorbanan menjadi lebih sederhana dan tidak berbeda dengan efek samping dari cinta kasih yang sejati. Pengorbanan selalu berawal dari dalam diri kita saat kita siap untuk melakukannya tanpa adanya dorongan dari luar atau keterpaksaan.

Keinginan untuk memberi dan berkorban muncul dari kasih, yaitu mengikuti perintah Allah dan bersikap seperti apa yang dicontohkan oleh Yesus. Orang percaya dapat membawa sebuah pengorbanan kedalam lingkup yang lebih luas yaitu dengan membaktikan dirinya sepenuh hati. Ini bisa dimengerti dengan mengintegrasikan seluruh jati diri dan bakat, termasuk percaya sepenuhnya akan Tuhan Yesus.

Posisi gereja sendiri bukan sebagai lembaga doktrin dan peraturan yang harus dicekokkan seperti obat. Ini bukan pengorbanan yang berujung penderitaan, melainkan sebuah pemberian yang harus diterima dengan gembira dan dibagi-bagikan. Segala peraturan akan memberatkan bila makna pemberian ini tidak terlihat. Banyak gereja saat ini baik yang liberal maupun konservatif tidak melihat ini sebagai pemberian karena mereka sudah tidak memiliki kasih. 

Dari uraian diatas kita bisa mengajukan pertanyaan: Apakah seorang ibu yang terpaksa berhenti bekerja karena harus dirumah untuk merawat bayinya juga sebuah pengorbanan? Disini ada unsur kompromi dan toleransi yang mengatur jadwal untuk seorang ibu tetap bekerja, dan juga tidak meninggalkan bayinya untuk disusui. Tetapi merawat anak bukan sebuah pengorbanan. Adalah hukum alam yang berperan disini karena apa yang sang ibu lakukan kepada anaknya, akan dilakukan anaknya kelak untuk merawat cucunya, begitu seterusnya. Ini adalah kasih pemberian Allah dalam  penciptaan manusia. Ada ungkapan mengatakan “tidak ada kesuksesan tanpa pengorbanan” . Camus bahkan mengatakan “kehidupan tidak adil dan penuh dengan penderitaan” dan untuk mengalahkan penderitaan, kita harus menikmati kehidupan yang tidak adil dan absurd tersebut. Bila kita menjadikan pengorbanan, penderitaan, dan berkat adalah pemberian Allah, maka hidup akan lebih mudah karena tidak ada pengorbanan yang sia-sia.

Kembali ke isu seksualitas, etika seksual moderen menjadi ancaman bagi ide tentang cinta kasih sebagai suatu pemberian. Pengajaran di gereja tentang seksualitas akan berhasil bila kita tidak melihat cinta kasih sebagai pengorbanan, melainkan sebagai partisipasi didalam kasih pemberian Tuhan saat manusia diciptakan. Kesucian perkawinan bukanlah pengorbanan, tetapi sebuah karunia yang kita dan semua orang miliki untuk diberikan, baik menikah atau bujang, yang membawa kita untuk berpartisipasi penuh dalam makna kasih dalam penciptaan kehidupan. Dengan melihat kesucian perkawinan maka tembok pemisah penuh kepalsuan antara heteroseksual dan homoseksual akan runtuh, dan manusia akan disatukan sebagai satu kesatuan yang utuh untuk satu tujuan.

Yang menarik adalah pernyataan presiden Russia, Vladimir Putin saat beliau di hujat habis-habisan oleh barat tentang pelarangan kaum LGBT di Russia. Beliau mengatakan bahwa tidak ada larangan bagi kaum LGBT untuk berpartisipasi dalam kehidupan bernegara. Yang dilarang adalah bila kaum LGBT secara sengaja memprovokasi dan mempengaruhi orang normal terutama kaum rem

Renungan Gembala: Pengorbanan

Picture
Kata itu berasal dari korban (atau kurban). Pengorbanan berbeda dengan dikorbankan. Kalau pengorbanan berarti ada kesadaran diri untuk menjadi korban. Tujuan dari pengorbanan adalah agar pihak yang lain yang di luar dirinya memperoleh  “keuntungan” dari tindakan itu. Hal itu tentu berbeda dengan kata “dikorbankan”. Kalau dikorbankan berarti ada pihak pertama yang melakukan dan pihak kedua yang menjadi objek (yaitu yang dikorbankan). Apa yang ingin dicapai dengan kata yang kedua itu? Yaitu agar pihak pertama atau bahkan pihak ketiga yang diluar dua pihak itu memperoleh “keuntungan” dari tindakan tersebut.
 
Dalam Perjanjian Lama banyak ritual korban. Ada korban penebusan dosa, ada korban keselamatan, korban penebus salah, korban bakaran, korban sajian, ada korban ukupan, korban persembahan, korban santapan, korban syukur, korban sembelihan, korban sukarela, korban curahan dan seterusnya. Biasanya korban dikaitkan dengan hewan ternak. Sapi atau lembu, kambing, tetapi ada juga burung dara.
 
Cerita dalam Perjanjian Lama yang hingga kini dijadikan hari raya bagi umat muslim adalah ujian bagi Abraham dari YHWH agar menjadikan Ishak sebagai korban. Dalam tradisi Islam, hari raya kurban (tidak pakai o tetapi u) adalah peringatan atas pengurbanan Ismail. Dalam terjemahan Alquran kisah ini diberi judul Ismail dikurbankan. Sedangkan dalam Alkitab diberi judul Iman Abraham Diuji. Cerita itu sering menjadi perdebatan antara orang Kristen dan orang Islam. Masing-masing berpegang pada kitab sucinya. Orang Kristen mengatakan yang menjadi korban adalah Ishak, orang muslim katakan, “bukan, Ismail yang jadi korban”. KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) almarhum, kalau bercerita tentang perdebatan orang kristen dan orang Islam masalah itu selalu sambil tertawa. “Lha wong Ismail atau Ishak tidak disembelih, tidak dijadikan korban kok pada regejegan”.

Dalam tradisi kristen, korban terbesar adalah Yesus Kristus yang disalib di Golgota, mati, dikuburkan, dan bangkit dari antara orang mati. Itu inti iman Kristen. Di dalam kisah itu ada dua aspek yang menarik untuk direnungkan. Oleh Allah, yang kita sebut (mengikuti sebutan oleh Tuhan Yesus), Tuhan Yesus yang adalah Sang Putra itu dikorbankan atau dijadikan korban. Tujuan dari pengorbanan tersebut adalah agar umat manusia diselamatkan. Korban di situ menurut tradisi Yahudi adalah korban penebusan dosa! Aspek kedua, dari sisi Tuhan Yesus. IA sadar bahwa Sang Bapa menghendakinya agar menjadi korban untuk menebus dosa. Di situ dengan kesadaran penuh Tuhan Yesus taat dan setia mengikuti kehendak Bapa. Dalam ketaatan itu Tuhan Yesus mengorbankan diri!
 
Itulah pengorbanan terbesar dalam sejarah dunia, pengorbanan yang dilakukan oleh Yesus, anak Yusuf orang Galilea ketika Pontius Pilatus menjadi wakil kekaisaran Roma di Yehuda. Ini tercatat dalam sejarah dunia, sebuah fakta sejarah. Yesus memberikan keteladanan bagaimana melakukan kehendak Bapa di sorga dengan taat sampai mati. Banyak kisah membuktikan bahwa pengorbanan itu dilakukan dengan sadar. Dalam pelayananNya – menurut Injil sinoptis, yaitu Matius, Markus dan Lukas – perjalanan Yesus itu dimulai dari Galilea dan berakhir di Yerusalem. Padahal Perjanjian Lama menubuatkan nabi-nabi utusan Allah itu dibunuh di Yerusalem. Yesus mau menggenapi itu. Tetapi murid-murid yang tahu nubuat itu mencegahnya! Oh, tidak! Ia sadar harus mati di Yerusalem karena itu kehendak Bapa. Walau IA sempat menawar ketika di Taman Getsemane, “kalau boleh cawan ini berlalu dari hadapanku……”. Yesus menawar kehendak Bapa tetapi akhirnya IA pasrah untuk taat kepada Bapa.
 
Luar biasa! Keteladanan seperti itu yang diikuti oleh banyak penginjil. Dietrich Bonhoeffer (1906 – 1945), seorang teolog Jerman mengikuti keteladanan itu.
Ia menentang tindakan Hitler dan harus dipenjara bahkan dibunuh ketika di penjara! Ia rela menjadi korban kekejian Nazi demi kemanusiaan. Dan contoh paling aktual adalah Ahok (Basuki Tjahaya Purnama). Ia menjadi korban dari keganasan politik dan nafsu serakah kaum politisi. Ia diadili karena tuduhan yang sangat sumir, penodaan agama yang oleh banyak ulama dicibir. Ia dihukum 2 tahun. Terhadap berbagai hal yang menimpanya, ia bisa saja protes dan banyak orang menghendaki ia melawan ketidak- adilan, melawan tindakan-tindakan dzolim dan sebagainya. Tetapi di luar dugaan para pendukungnya Ahok tidak melakukan perlawanan. Bahkan terhadap vonis 2 tahun penjara, ia tidak banding! Banyak orang terperangah dan heran, ada apa?
 
Itu sebuah pengorbanan yang dilakukan secara sadar. Ia menjadi korban situasi politik tetapi semua itu dijalani dengan penuh kesadaran. Apa tujuannya? Meredam situasi politik yang kacau balau. Bayangkan kalau Ahok melawan, maka kekacauan, kegaduhan tidak akan berhenti dan itu panggung yang ditunggu-tunggu oleh para petualang politik. Dalam perspektif budaya Jawa, pengorbanan yang dilakukan dengan sadar dan ikhlas menjadi tindakan yang akan membuat sumeleh. Ahok melakukan itu. Dalam suratnya dari penjara di Mako Brimob di Depok yang dibacakan isterinya, Veronika, Ahok mengakhirinya dengan kalimat “GUSTI ORA SARE”, yang artinya Tuhan tidak tidur. Kalimat itu sering kita dengar dan diucapkan orang manakala seseorang tidak mampu menghadapi sebuah kenyataan terjadinya kesewenang-wenangan pemegang kekuasaan.
 
Kalimat itu memang memiliki banyak makna, tergantung pada siapa yang mengucapkannya. Dalam perspektif budaya Jawa kalimat tersebut mengungkapkan sebuah keadaan hati yang sumeleh (kedalaman jiwa) yang dinampakkan dalam sikap pasrah dan sumarah. Keadaan yang dihadapi memang sudah sedemikian buruk dan kita tidak mampu lagi menghadapinya karena memang berhadapan dengan kekuasaan yang jahat (bathil). Kebenaran dikalahkan oleh kejahatan. Dalam keadaan seperti itulah orang Jawa lalu lari kepada Tuhan. Kenapa harus lari kepada Tuhan?

Pertama, karena orang Jawa (kita) percaya bahwa Tuhan mengetahui dan sumber kebenaran itu sendiri; dan kedua, dengan menyerahkan diri (berserah atau pasrah) itu kita terhindar dari sakit yang berlarut-larut. Dalam Alkitab dikatakan bahwa membalas itu hak Tuhan, bukan hak manusia. Karena percaya bahwa Tuhan adalah sumber kebenaran dan maha mengetahui (Hyang Manon), maka orang Jawa percaya bahwa kebenaran akan terungkap dan siapa yang berbuat jahat akan ketahuan.

Mengikuti keteladanan Tuhan Yesus, pengorbanan harus disertai sikap menerima keadaan dengan rela dan ikhlas. Dengan begitu pengorbanan akan menjadi berarti dan tidak sia-sia.- (45-nosk)

Gelar Doktor untuk Pdt. Simon Rachmadi

Picture
Pada tanggal 27 Maret 2017 di Balairung Vrije Universiteit di Amsterdam diselenggarakan acara khusus yang disebut public defense atau promosi doktoral atas diri Sdr. Simon Rachmadi. Dihadapan lima penguji, tiga promotor dan seorang Profesor tamu Kehormatan, ia mempertahankan disertasinya yang berjudul: Reformed Spirituality in Java: The Reformed Tradition and the Struggle of the GKJ to Actualize its Reformed Spirituality in Indonesia.

Ujian tersebut berlangsung sekitar satu jam, yang kemudian dilanjutkan dengan sebuah Simposium berdurasi dua jam.

Dewan Penguji terdiri dari:
1. Prof. Eddy Van Der Borght, Dekan Fakultas Teologi, mewakili posisi Rektor Vrije Universiteit  Amsterdam.
2. Prof. Martien Brinkman, Promotor utama, Ahli Teologi Sitematika.
3. Dr. Alle Hoekema, Promotor kedua, Ahli Sejarah Gereja Indonesia.
4. Prof. Jan Sihar Aritonang, Promotor ketiga, Ahli Sejarah Gereja Indonesia.
5. Dr. Philip Quarles van Ufford, Penguji 1, Ahli di bidang Kebijakan Sosial Politik Zending  Gereformeerd di Jawa Tengah.
6. Prof. Van Vlastuin, Penguji 2, dari Hersteld Hervormd Seminarium, Ahli di bidang Teologi Calvin.
7. Dr. Lucien van Liere, Penguji 3, dari Universitas Utrecht, Ahli di bidang Teologi Sistematika.
8. Prof. Kees van der Kooij, Penguji 4, dari Fakultas Teologi Vrije Universiteit Amsterdam, Ahli di bidang Teologi Sistematika.
9. Dr. Freek Bakker, Penguji 5, dari Universitas Utrecht, Ahli di bidang Sejarah Misi Gereformeerd di Indonesia.
10. Prof. Willem Balke, mantan Supervisor Utama, Ahli di bidang Calvin Studies.

Setelah berhasil mempertahankan Disertasinya maka Pdt. Simon Rachmadi berhak menyandang gelar Doktor (Ph.D). Pdt. Simon Rachmadi lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1967, Baptis di GKJ Ambarukmo-Yogyakarta, 19 Nopember 1967, Sidi di GKJ Jakarta-wilayah Grogol, 16 Desember 1984, menikah dengan Nugrahani Budhi Setyowati di GKJ Manahan-Surakarta, 13 Agustus 1994 dan ditahbiskan menjadi Pendeta Jemaat GKJ Dagen-Palur/Karanganyar, 18 Mei 2000. Sedangkan pendidikan dimulai dari TK Kuncup Mawar di Cipinang Muara-Jakarta Timur, SD Penjaringan 12 Jakarta Utara, SMP Tarakanita 2 Jakarta Utara, SMA 6 Bulungan-Jakarta Selatan, Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana-Salatiga dengan gelar Sarjana Theologia (Drs), Program Magister Theologi Universitas Sanata Dharma-Yogyakarta dengan gelar Magister Humaniora (M.Hum), mendapat gelar Master of Art (M.A) dari Fakultas Teologi di Vrije Universiteit Amsterdam dan gelar Doktor (Ph.D) dari Vrije Universiteit Amsterdam tempat Alm. Pdt. Dr. Sutarman juga memperoleh gelar yang sama.  Pdt. Simon Rachmadi dianugerahi dua puteri yang cantik, Freya Murti Pramudita (Dita, 23 th) dan Sakramenta Murti Paramastuti (Eta, 14 th). Selamat untuk Pdt. Dr. Simon Rachmadi, selamat melayani, Tuhan memberkati.                  

Pentakosta dan Unduh-undhuh 2017

Picture
Pada hari Minggu tanggal 4 Juni 2017 GKJ Nehemia telah melaksanakan Ibadah Pentakosta & Undhuh-Undhuh. Ibadah Pentakosta dilaksanakan di setiap jam kebaktian yang diawali dengan dialog tokoh punakawan yang jenaka yaitu Penthul dan Tembem di setiap jam ibadah yang diperankan oleh: Mas Yohanes dan Mbak Enggar sebagai Penthul; sedangkan Ibu Kumbino dan mbak Yuli sebagai Tembem. Usai dialog dilanjutkan dengan tarian yang diiringi dengan gendhing lantaran "ROH KUDUS TURUNLAH" pelog pathet 6, untuk menjemput rombongan prosesi yang terdiri dari : Majelis, Pendeta, warga perwakilan tiap wilayah yang membawa cething berisi hasil bumi, sayur-mayur dan buah-buahan, masuk menuju ke dalam gedung gereja dengan diiringi gendhing kewatang Subakastawa.

Dalam prosesi tersebut setelah Majelis Pengantar memberikan Alkitab kepada Pendeta dilanjutkan penyerahan hasil bumi yang dibawa oleh para warga perwakilan dari tiap wilayah kepada Ketua Panitia (pada ibadah pukul 6.00, 8.00 dan 17.00) sedangkan pada pukul 10.00 kepada Wakil Ketua yang selanjutnya ditempatkan pada tempat yang telah disediakan.

Sebagai pengiring ibadah Pentakosta adalah keroncong (ada 4 kelompok yaitu: Kr. Pemuda, Kr. Nehemia, Kr. Wanita dan Kr. SNN) dan karawitan (ada 3 kelompok yaitu: Sejati Laras, Pradoto Laras dan Pemuda) lengkap dengan para "Penggerong".

Dalam ibadah Pentakosta ini dilakukan persembahan khusus undhuh-undhuh melalui gentong yang telah disediakan oleh Majelis. Pelaksanaan persembahan diawali dengan penyerahan persembahan salah satu hasil bumi dari wilayah-wilayah oleh Ketua Panitia kepada Ketua Majelis. Pengumpulan persembahan diiringi dengan gendhing lancaran "Caos Pisungsung" pelog pathet 6. Sesuai dengan yang tertulis di warta jemaat jumlah persembahan sebesar Rp. 38.828.250,-

Pelaksanaan ibadah Pentakosta & Undhuh-Undhuh yang merupakan akhir dari rangkaian acara dalam rangka PASKAH yang dimulai dengan ibadah Pra Paskah I pada hari Minggu tanggal 5 Maret 2017, maka pada ibadah pukul 17.00 dilakukan acara penutupan kegiatan Paskah & Pentakosta yang ditandai dengan penyerahan secara simbolis celengan dan buku laporan kegiatan dari Ketua Panitia kepada Ketua Majelis.

Selain persembahan undhuh-undhuh dalam kebaktian Pentakosta ini juga dilakukan pengumpulan celengan atau amplop dari warga Jemaat yang telah berupaya melakukan penghematan penggunaan pulsa handphone yang dimulai sejak Minggu Pra Paskah I.

Pengumpulan celengan atau amplop dimasukan dalam kardus yang dipersiapkan oleh Panitia. Hasil pengumpulan celengan atau amplop telah terkumpul dana sebesar Rp. 7.585.250. Sesuai program panitia Paskah & Pentakosta bahwa hasil dana tersebut akan diserahkan kepada Tim PSP-2. Panitia bekerjasama dengan warga tiap wilayah juga menyediakan makanan dan krowotan yang telah ditetapkan oleh panitia untuk dinikmati bagi jemaat yang hadir setelah selesai ibadah.

Beberapa hal menarik sebagai catatan dalam ibadah Pentakosta & Undhuh-Undhuh 2017, yang dirasakan oleh Panitia atas kuasa Roh Kudus dan anugerah dari Tuhan adalah:
1. Penggunaan bahan dan penampilan dekorasi terjadi secara spontanitas sesuai dengan hasil-bumi, sayur-mayur dan buah-buah yang dipersiapkan oleh berbagai pihak khususnya salah satu keluarga Jemaat dari Wilayah Pondok Indah.
2. Dengan semangat pelayanan anggota Panitia berkarya dan berimajinasi sesuai talenta yang dimiliki sejak kegiatan Pra Paskah I dimulai.
3. Pada akhir ibadah pukul 17.00 dilakukan "rayahan" seluruh hasil bumi, sayur-mayur dan buah-buahan yang digunakan sebagai dekorasi.
4. Ada beberapa jemaat supaya bisa ikut rayahan terpaksa mengurungkan/membatalkan salaman dengan Pendeta yang sudah menunggu di pintu keluar.
5. Setelah seluruh rangkaian acara berakhir, beberapa panitia dengan tekun menghitung hasil celengan atau amplop yang akan disumbangkan ke Tim PSP-2.

Dengan telah berakhirnya pelaksanaan ibadah Pentakosta dan Undhuh-undhuh, kami atas nama panitia menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : Bpk. Pdt. Samuel B Haryanto, Pdt. Lusindo Tobing, Pdt. Agus Hendratmo, Pdt. Simon Rachmadi, Bpk/Ibu Majelis, para Pengurus Komisi, Tim & Bebadan, Tim Multi Media, Satpam, Karyawan Gereja, dan seluruh pihak atas kerjasamanya selama ibadah berlangsung. Kiranya pelayanan kita senantiasa diberkati Tuhan Yesus Kristus.

PS Bintaro di Wirobradjan

Picture
Hari Jumat, 12 Mei 2017 pkl. 04.45 rombongan yang terdiri 20 orang warga GKJ Nehemia Wil. Bintaro, termasuk PS Bintaro akan melakukan Wisata Rohani ke Yogyakarta, antara lain ke GKJ Wirobrajan dan Pantai Indrayanti di pantai selatan Kab. Gunung Kidul. Sebuah bus dengan kapasitas 25 orang, sudah siap parkir di Carefour Lebakbulus dan pada pk. 05.15 bis meluncur membawa rombongan tersebut didahului doa oleh Ketua PS Bintaro sekaligus ketua rombongan Pak Susilo Ruslan. Begitu bus mulai meluncur di jalan tol Simatupang terlihat wajah-wajah ceria sambil menyanyi dengan sukacita.

Ditengah perjalanan Bp. Susilo bercerita ketika masih berdinas sebagi Anggota TNI-AD dan bertugas di kota Medan, merupakan kisah yang mengandung sebuah kesaksian dan mengutip petuah Jawa tentang: sembur, tutur dan uwur-uwur disertai penjelasannya. Rombongan ditraktir Ibu Miria makan siang dengan menu soto di kota Pekalongan, dan sepanjang perjalanan tak henti-hentinya berbagai jenis makanan kecil di edarkan silih berganti sehingga perut terasa kenyang.

Menjelang senja kami memasuki jalan tol Semarang-Bawen kemudian lanjut ke kota Ambarawa dan Magelang , menurut estimasi Pak Teguh pengemudi bus sampai di kota Yogyakarta sekitar pukul 19.00-20.00 WIB. Sesampai di Yogya segera mencari Asrama Korem 071 yang terletak di Jl. Melati II/51 Timoho tempat rombongan akan menginap. Sesudah makan malam segera rombongan beranjak tidur didahului doa dan ucapan syukur bahwa rombongan sampai di tempat penginapan dengan selamat.

Esok harinya, Sabtu tgl 13 Mei 2017 setelah istirahat tidur semalam tiba saatnya rombongan untuk pergi berwisata ke pantai Indrayanti Gunung Kidul. Rombongan mengenakan seragam kaos nuansa pink bertuliskan GKJ Nehemia di dada. Sebelumnya sempat makan pagi dengan menu Nasi gudeg, dan rombongan sempat mampir di Galeri Seni Lukis milik adik Bu Wiwiek Idi Widodo, untuk latihan sejenak paduan suara serta foto bersama. Ketika sampai di pantai, rombongan berpencar menjadi beberapa kelompok ada yang duduk-duduk di atas pasir putih dibawah naungan payung pantai, ada yang jalan-jalan kesana-kemari berfoto ria dan ada yang duduk-duduk di gazebo sekalian makan siang.

Dalam perjalanan kembali ke Yogya lewat Candi Prambanan singgah di rumah Sdri. Ambar Sulistyawati kemudian diteruskan ke rumah Bp. Joko Purwanto/Dkn. Sri Lestari dan rupanya sudah disiapkan makan malam. Setelah makan malam rombongan melaju ke GKJ Wirobrajan untuk check sound. Hari Minggu, 14 Mei 2017 pk. 04.00 kami semua sudah bangun pagi, selesai mandi semua barang bawaan harus sudah di kemas karena rombongan akan check out pagi itu.

Pada pk. 06.30 Kebaktian di mulai, sebagai pembawa firman Pdt. Dr. Murtini Hehanusa dengan renungan "Mengikuti Jejak Kristus" dari Injil Yohanes 14;1-14 dan mengemukakan tokoh Stefanus dan tokoh bangsa Indonesia yaitu Gubernur DKI Ahok. Selesai Kotbah barulah PS Bintaro di beri kesempatan tampil memuji Tuhan dengan mempersembahkan dua buah lagu yaitu Ku Ikut Dia dan Ndherek Gusti diiringi oleh Organis Sdri. Cendana. Selesai menyanyi baik lagu pertama maupun kedua disambut tepuk tangan oleh jemaat GKJ Wirobrajan.

Sesudah tampil menyampaikan pujian, Bp. Susilo menyampaikan sebuah plakat dengan logo GKJ Nehemia dan satu paket majalah Gembala, sebagai kenang-kenangan dan diterima oleh Bp. Pdt. Yosef Krisetyo Nugroho, M.Div. disaksikan oleh seluruh jemaat GKJ Wirobrajan. Selesai kebaktian pk. 08.00 rombongan dibawa untuk dijamu makanan kecil dan minuman. Pdt. Yosef Krisetyo menyampaikan sambutan dengan penuh kekeluargaan didampingi para majelis gereja. Pukul 08.45 WIB rombongan meninggalkan GKJ Wirobrajan dan sempat foto bersama di depan gereja. Setelah berbelanja di Malioboro, pk. 12.30 berangkat pulang ke Jakarta. Sampai di GKJ Nehemia sekitar pk. 01.00 dan Pnt. Herald Sinaga membawakan doa syukur sebelum rombongan turun dari bus. Bravo PS Bintaro! Tuhan Yesus memberkati.

Visi dan Misi Dalam Pelayanan

Picture
Pelayanan yang berhasil harus didasari dengan motivasi yang benar yaitu KASIH: rasa syukur, ketulusan hati, suka cita, pengorbanan dan lain-lain serta sangat dibutuhkan adanya kedewasaan rohani melalui talenta/karunia yang diberikan.

TUHAN telah lebih dulu melayani kita (Markus 10: 45) jadi kita juga wajib dan harus melayani sesama kita. Perlu dipahami bahwa berbuat baik kepada orang lain sama dengan berbuat baik kepada diri sendiri (Amsal 11: 17). Iman bias terwujud melalui perbuatan-perbuatan yang nyata melalui pelayanan, kepedulian terhadap sesama.

Pelayanan orang Kristen: memberi, yang terutama memberi dari kekurangannya dengan sukacita (2 Korintus 8: 2). Bukan dilihat dari kuantitasnya, tapi dari kualitas, sikap, perilaku dalam melayani (dari hati), sesuai dengan visi dan misi yang benar.Melihat “ke atas”, pelayanan adalah panggilan TUHAN, “ke bawah” (dunia), melihat ladang yang menguning siap untuk dituai, “ke depan”, melihat apa yang TUHAN sediakan (rencanakan) untuk masa depan kita = “langit baru dan bumi baru”.

Sebagai pelayan Kristus, kita ditetapkan oleh Kristus sendiri, diutus ke dalam gereja untuk melengkapi warga gereja agar mampu melaksanakan pelayanan dan pembangunan tubuh Kristus (Efesus 4: 11-12).

Demikianlah sekilas tentang pelayananan ceramah kami di GKJ Tempurung-Gubug (digabung dengan GKJ Tegowanu) cabang Semarang, pada hari Jumat 09 Juni 2017 yang lalu. Hadir kurang lebih 50 orang termasuk beberapa orang majelis. Dibuka dengan doa oleh Pdt. Dian Tjahyadi (GKJ Gubug) dan ditutup dengan doa dan sambutan oleh Pdt. Widiarso Eko Hadi Nugroho (GKJ Tegawanu). TUHAN YESUS memberkati. Yanti Dharmono.

Suksesi di Kartasura bagian 5

Picture
Pakubuwana II
Setelah Sunan Amangkurat IV meninggal maka digantikan oleh putranya yang baru berusia 15 tahun bernama Raden Mas Prabasuyasa, hasil perkawinannya dengan Ratu Amangkurat. Kemudian ketika naik tahta bergelar Sri Susuhunan Pakubuwana II sebagai Raja Kartasura selanjutnya. Pada masa awal pemerintahan Pakubuwana II, banyak tokoh istana yang bersaing untuk menguasainya karena ia baru berumur 15 tahun ketika naik tahta. Para pejabat Kartasura terbelah menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang bersahabat dengan Kompeni Belanda dipelopori oleh Ratu Amangkurat dan kelompok yang anti Kompeni Belanda dipelopori oleh Patih Cakrajaya. Selain ke dua tokoh tersebut adapula tokoh penting seperti Arya Mangkunegara kakak Pakubuwana II lain ibu. Kini Arya Mangkunegara menjadi tokoh kuat yang sangat dibenci oleh Patih Cakrajaya.

Pada tahun 1728 Patih Cakrajaya berhasil menjebak Arya Mangkunegara seolah dia berselingkuh dengan isteri Pakubuwana II. Hal yang demikian itu tentu saja akan menimbulkan aib di kalangan Keraton. Tanpa diteliti dulu kebenarannya, atas laporan Patih Cakrajaya tersebut Pakubuwana II berniat untuk menghukum mati Arya Mangkunegara. Ratu Amangkurat kemudian memohon kepada Pakubuwana II agar hukuman mati yang akan dijatuhkan kepada Arya Mangkunegara yang dianggap selingkuh, untuk diubah dibuang ke luar Jawa. Pakubuwana II segera minta bantuan Kompeni untuk menyingkirkan Mangkunegara ke luar Keraton, maka dibuanglah ke Sri Langka, kemudian ke Tanjung Harapan. Ratu Amangkurat di satu pihak dan Patih Danureja di lain pihak sama-sama memiliki peran penting dalam taktik politik di istana. Kompeni berpendapat bahwa kedua tokoh tersebut adalah orang yang sangat cerdik.

Untuk mendekati Pakubuwana II para Adipati dan pejabat istana lainnya sering beraudiensi dengan Ratu Amangkurat, karena mereka menganggap bahwa Ratu Amangkurat mempunyai pengaruh atas putranya itu. Menurut cerita mbok bakul sinambiwara, Ratu Amangkurat pun juga tidak luput dari skandal. Pada tahun 1729 selama lebih dari setahun Ratu Amangkurat sebagai janda diberitakan hidup bersama Raden Surawijaya. Hampir tiap malam Raden Surawijaya menghibur ibu suri tersebut. Hal ini membuat Pakubuwana II yang saat itu berusia 19 th sebagai anak kandungnya menjadi malu dan marah sehingga memerintahkan Tirtawiguna, Wirajaya dan Mangunnagara untuk membunuhnya. Namun ketiganya menghindar dan akhirnya Danureja lah sebagai algojo yang membunuh Surawijaya pada tgl, 21 Oktober 1729 di bawah pohon beringin di Paseban.

Mengetahui hal tersebut Ratu Amangkurat menjadi marah dan kemudian bergabung dengan lawan-lawan politik Danureja. Ratu Kencana adik dari Ratu Amangkurat yang juga menjadi madunya juga terlibat perselingkuhan. Dia didakwa berselingkuh dengan Raden Anggakusuma, pengurus rumah tangga anaknya Pangeran Buminata. Kemudian Ratu Kencana hamil, dan gemparlah istana karena janda Amangkurat IV kok hamil. Akirnya Raden Anggakusuma dihukum cekik sampai mati pada tanggal 17 Maret 1735 di kediaman Demang Urawan atas perintah Sunan Pakubuwana II. Ternyata perselingkuhan di lingkungan istana waktu itu sungguh runyam dan merajalela.

Konon pada tahun 1739 salah seorang selir Pakubuwana II selingkuh dengan anak lelaki Tumenggung Tirtawiguna. Anak Tumenggung Tirtawiguna menyamar sebagai perempuan dan masuk keputren. Ketika perselingkuhan itu ketahuan, keduanya di bunuh secara diam-diam. Kemudian pada tahun 1740 Resajiwa seorang Lurah pengawas harta benda kerajaan terlibat penggelapan barang sitaan dan selingkuh dengan beberapa selir Pakubuwana II. Keadaan politik yang kacau serta terjadinya beberapa skandal asmara itu menyebabkan banyak  pihak yang tidak puas. Ketidak puasan menyebabkan beberapa pemberontakan. Salah satunya adalah pemberontakan orang Cina yang dikenal dengan geger pacinan pada bulan Oktober 1740 yang menyebabkan runtuhnya kerajaan Kartasura. Pemberontakan itu dipicu oleh pembantaian warga Cina oleh masyarakat Eropa atas ijin Adrian Valkenier, Gubernur Jenderal saat itu di Batavia. Orang-orang Cina yang selamat melarikan diri ke timur sambil melancarkan serbuan ke pos-pos Kompeni yang mereka temui. Pakubuwana II didesak pihak yang menentang Kompeni supaya mendukung pemberontakan Cina. Pada bulan Nopember 1741 Pakubuwana mengirim 20.000 prajurit membantu pemberontak Cina mengepung kantor Kompeni di Semarang dan sebelumnya dia menumpas garnisun Kompeni yang bertugas di Kartasura pada bulan Juli 1741.

Pangeran Cakraningrat IV sebagai Bupati Madura bagian barat adalah ipar Pakubuwana II namun membenci pemerintahan Kartasura yang dianggap bobrok.
Ia menawarkan diri bersedia membantu Kompeni asalkan dia bisa lepas dari kerajaan Kartasura. Kompeni terpaksa menerima tawaran itu dan kini kondisi berbalik, kaum Pemberontak Cina berhasil dipukul mundur. Pakubuwana II merasa menyesal memusuhi Kompeni yang kini unggul perang karena dibantu pasukan Madura. Akhirnya perjanjian damai dengan Kompeni dilaksanakan di Kartasura dengan Kapten Baron von Hohendorff sebagai wakil Kompeni. Perdamaian ini membuat para pemberontak menjadi sakit hati dan kemudian mereka mengangkat Raja baru yaitu Raden Mas Garendi yang baru berusia 12 tahun, cucu Amangkurat III dengan gelar Amangkurat V. Mas Garendi juga dikenal dengan sebutan Sunan Kuning karena memimpin prajurit berkulit kuning. Sekarang kaum pemberontak bukan Cina saja tetapi juga bergabung orang-orang Jawa yang membenci Kompeni.

Patih Natakusuma yang memimpin orang-orang Jawa pada tahun 1742 dibuang oleh Pakubuwana II, hal ini menyebabkan para pemberontak membalas dendam dengan menyerbu Kartasura secara besar-besaran. Pakubuwana dan Kapten Baron von Hohendorff beserta para prajuritnya melarikan diri ke Ponorogo. Selanjutnya Cakraningrat IV berhasil menduduki Kartasura dan mendesak Kompeni agar Pakubuwana II dibuang saja karena dinilai tidak setia. Namun Kompeni menolak permintaan tersebut karena Pakubuwana II masih bisa dimanfaatkan. Pangeran Cakraningrat IV terpaksa menyerahkan Kartasura karena kawatir Kompeni batal membantu Madura lepas dari Kartasura.

Pada bulan Nopember 1743 Pakubuwana II kembali ke keraton Kartasura, ketika sebulan sebelumnya Sunan Kuning ditangkap Kompeni. Namun dengan kembalinya ke Kartasura makin memberatkan Pakubuwana II karena hutangnya terlalu banyak pada Kompeni. Dampaknya Pakubuwana II dilarang mengangkat Putera Mahkota dan Patih Kerajaan tanpa persetujuan terlebih dulu dari Kompeni. Kini keraton Kartasura sudah hancur karena dibumi hanguskan oleh pemberontak Cina, sehingga Pakubuwana II memutuskan untuk membangun istana baru di desa Sala. *sumber Babad Tanah Jawi.

Mengenal Kesenian Tradisional: Andhe-andhe Lumut

Picture
Andhe-andhe Lumut merupakan pertunjukan rakyat yang berbentuk seni drama dan tari atau sendratari, dengan mengambil lakon cerita Panji. Didalam kebudayaan Jawa, Andhe-andhe Lumut ini banyak versinya sesuai dengan daerah masing-masing misalnya salah satunya adalah Kethek Ogleng. Andhe-andhe Lumut biasanya dipentaskan pada perayaan hari besar, hajat sunatan, penganten dsb. dan sebagai hiburan semata, karena jarang sekali adanya ritual yang sakral.

Jumlah pemain/penari sekitar 20 orang diiringi gamelan slendro dan pelog dengan durasi pertunjukan bisa sampai semalam suntuk sesuai kepentingannya. Seluruh penari akan memerankan tokoh seperti Prabu Lembu Amiluhur, Patih Amijaya, Panji Asmarabangun, Panji Sinom Pradapa, Dewi Sekartaji dsb. Para penari mengenakan topeng panji dan dalam lakon juga menggunakan tembang dalam dialognya, dibantu seorang Dalang yang membawakan cerita.


Seluruh pertunjukan terdiri dari 7 babak dan beberapa adegan kecil.
Babak 1
Di pasewakan agung kerajaan Jenggala Prabu Amiluhur dihadap patih Amijaya dan para putra panji. Membicarakan hilangnya putra sulung Panji Inu Kertapati dari kedaton, hilang tak tentu rimbanya. Sang Prabu memerintahkan para putranya yaitu Panji Sinom Pradapa dan Panji Asmarabangun untuk mencari kakaknya. 

Babak 2
Di desa Kasihan Panji Inu Kertapati yang menyamar sebagai Andhe-andhe Lumut bersama pembantu setianya Jodeh dan Prasanta tinggal di rumah mbok Randha Kasihan. Ketampanan Andhe-andhe Lumut menyebabkan banyak gadis yang tergila-gila dan berusaha ngunggah-unggahi atau melamarnya. Di adat Jawa, kalau ada perempuan melamar laki-laki itu disebut ngunggah-unggahi, meski secara tatakrama tidak lazim.

Babak 3
Di kerajaan Bantarangin Prabu Klana Sewantaka dihadap patih Jayakendra dan putra mahkota Raden Suryantaka. Membicarakan agar Raden Suryantaka segera menikah, namun ditolak. Prabu Klana Sewantaka marah bukan main dan putranya disabda menjadi Yuyu Kangkang dan diusir keluar kerajaan.

Babak 4
Di desa Waringin Putih mbok Randha Sambega dihadap para putrinya Kleting Ungu, Kleting Biru, Kleting Abang dan Kleting Kuning. Membicarakan tentang ketampanan Andhe-andhe lumut, dan mbok Randha menyarankan ketiga putrinya ikut ngunggah-unggahi, kecuali Kleting Kuning yang anak angkat.

Babak 5
Di pertapaan Gunung Krawang seorang Pendeta berwujud raksasa bernama Kala Raseksa mempunyai seorang putri cantik bernama Dewi Memaniking Banyu. Pada suatu malam Sang Dewi bermimpi bertemu dengan seorang ksatria tampan bernama Sukmasejati diiringi dua orang pembantunya Jumput dan Kleput. Sang Dewi minta agar ayahandanya mendatangkan ksatria tersebut. Dengan kesaktiannya Kala Raseksa berhasil mendatangkan Sukmasejati, Jumput dan Kleput ke Gunung Krawang kemudian Sukmasejati dinikahkan dengan Dewi Memaniking Banyu.

Babak 6
Di pinggir bengawan atau sungai, Yuyu Kangkang sedang menari-nari lalu datanglah Kleting Ungu, Kleting Biru, Kleting Abang untuk menyeberang.
Terjadilah tawar-menawar antara mereka tentang upah untuk menyeberang dan terjadiah dialog dalam bentuk tembang.

Sun sabrangke wong ayu saka ing kene
krubyuk-krubyuk opahe kinang lan jambe
mung njalukku lung tinampan nganggo lambe


Setelah ketiga Kleting berhasil diseberangkan oleh Yuyu Kangkang dengan imbalan sesuai permintaan, datanglah Kleting Kuning yang berpakaian kumal, bau dan robek-robek seperti gelandangan untuk minta diseberangkan. Namun Yuyu Kangkang menolaknya sehingga marahlah Kleting Kuning, dan segera dicabutnya pusaka andalannya yang berupa lidi yang disebut Sada Lanang. Setelah lidi dipukulkan ke sungai, maka keringlah sungai tersebut dan Yuyu Kangkang berubah menjadi Suryantaka dan kembali ke Bantarangin.

Babak 7
Di desa Kasihan mbok Randha sedang ngobrol dengan Jodeh dan Prasanta tentang Andhe-andhe Lumut yang sampai sekarang belum mau kawin. Lalu datang para Kleting yang akan ngunggah-unggahi Andhe-andhe Lumut, namun semua ditolaknya. Lalu ada dialog dalam bentuk tembang antara mbok Randha dan Andhe-andhe Lumut.

+ Putraku si Andhe-andhe Lumut
   tumuruna ana putri kang ngunggah-unggahi
   putrine sing ayu rupane
   Kleting (Ungu, Biru, Abang) iku kang dadi asmane
- Adhuh ibu, kula badhe matur
  Adhuh ibu, kula mboten purun
  Nadyan ayu sisane si Yuyu Kangkang


Kemudian setelah semua ditolak, datanglah Kleting Kuning dengan pakaian yang kumal dan bau yang juga berniat untuk ngunggah-unggahi. Lamaran Kleting Kuning diterima oleh Andhe-andhe Lumut dan keduanya berubah wujud menjadi menjadi Panji Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji. Setelah berpamitan dengan mbok Randha, Panji Inu Kertapati, Dewi Sekartaji, Jodeh dan Prasanta kembali ke kerajaan Jenggala. Di tengah perjalanan mereka bertemu Sukmasejati yang ingin meminta Dewi Sekartaji untuk menjadi isterinya. Terjadi adu kekuatan yang dahsyat antara Panji Inu Kertapati dan Sukmasejati, namun akhirnya Sukmasejati kalah dan berubah wujud menjadi Panji Sinom Pradapa. Sampai di kerajaan Jenggala datanglah Klana Sewantaka yang ingi meminang Dewi Sekartaji, kemudian terjadilah perang yang dahsyat namun Klana Sewantaka dan prajurit Bantarangin dapat dikalahkan. *dari berbagai sumber. Satrio Pinanditho.

Bahasa Jawa: Unggah-ungguh

Meski bahasa Jawa itu konon tidak sulit untuk dipelajari, namun sebenarnya ada bagian yang cukup rumit dan sulit untuk dipelajari yaitu tentang unggah-ungguh. Kenapa dikatakan rumit dan sulit karena berbeda dengan Bahasa lain, bahasa Jawa terdiri dari berbagai tingkatan bahasa seperti :
Ngoko (terdiri dari ngoko lugu dan ngoko andhap),
Madya (terdiri dari madya ngoko, madyantara dan madya krama),
Krama (terdiri dari krama lugu, mudha krama, wredha krama dan krama inggil),
Krama ndesa dan Basa Kraton.  

Namun bahasan kali ini kami batasi saja tentang ngoko, krama dan krama inggil, karena tiga tingkatan bahasa itulah yang saat ini masih sering dipergunakan, sementara tingkatan yang lain sudah jarang dipakai dalam pergaulan sehari-hari bahkan hilang dengan sendirinya seiring majunya jaman.
Yang mempergunakan basa ngoko adalah :
1. Percakapan sesama anak-anak
2. Percakapan sesama teman yang sudah akrab
3. Percakapan dari orang yang lebih tua kepada yang lebih muda
4. Pastur dalam menyampaikan khotbah

Contoh :
1. Aku arep lunga dhisik (saya mau pergi dulu)
2. Sampeyan tindake mengko bae (anda perginya nanti saja)
3. Mangga kopine diunjuk mumpung isih anget (silakan minum kopinya selagi masih hangat)
4. Wong ala bakal tansah ana ing donya iki (orang jahat akan selalu ada di dunia ini)

Yang mempergunakan basa krama adalah :
1. Murid terhadap guru
2. Orang muda terhadap orang yang lebih tua
3. Anak terhadap orang tua
4. Bawahan terhadap atasan
5. Pendeta dalam menyampaikan khotbah

Contoh :
1. Kula mboten saget nggarap soal punika (saya tidak bisa mengerjakan soal ini)
2. Mangga kopinipun dipun unjuk (silakan diminum kopinya)
3. Kula nyuwun pamit badhe sowan eyang (saya mohon pamit mau ketemu kakek)
4. Benjing kula mboten saget ndherek Bapak (besok saya tidak bisa ikut Bapak)
5. Pasamuwan ingkang kinasih ing Gusti (jemaat yang dikasihi Tuhan)  
Yang mempergunakan basa krama inggil adalah :
Orang-orang yang menghormati/meninggikan orang lain (lawan bicara) dan merendahkan diri sendiri.

Contoh :
1. Nalika panjenengan rawuh mriki, kula nembe adus (ketika anda datang ke sini, saya sedang mandi)
2. Eyang sare wonten dalem wingking, kula tilem wonten ngajeng (Kakek tidur di rumah belakang, saya
     tidur di depan)
3. Ibu mundhut ageman wonten toko, kula tumbas rasukan wonten peken (ibu membeli baju di toko,
    saya membeli baju di pasar)
4. Bapak ngasta tas, kula mbekta buku (bapak membawa tas, saya membawa buku)
Oleh karena itu merupakan kesalahan yang besar menurut unggah-ungguh kalau sampai terjadi kalimatnya terbalik dengan meninggikan dirinya sendiri.

Contoh :
1. Kula badhe siram rumiyin (saya mau mandi dulu)
2. Kala wau kula sampun dhahar soto (tadi saya sudah makan soto)
3. Wonten toko kula mundhut rasukan (di toko saya membeli baju)
4. Kula ajeng tindak kantor (saya mau pergi ke kantor)
5. Benjing sonten kula rawuh mrika (besok sore saya datang ke sana)

Persamaan arti kata dalam tingkatan bahasa Jawa :
Ngoko                                  Krama                                  Krama inggil                      Artinya
ati                                           manah                                  penggalih                            hati
awak                                     badan                                   salira                      ‘               badan
cangkem                              lesan                                     tutuk                                     mulut
endhas                                 sirah                                      mustaka                               kepala
mata                                      mripat                                   paningal                               mata
sikil                                         suku                                      ampeyan                             kaki
aran                                       nama                                     asma                                     nama
aweh                                     nyukani                                                maringi                                 memberi
batur                                     rencang                                                abdi                                       pembantu
bener                                    leres                                      kasinggihan                        betul
bojo                                       semah                                  garwa                                    suami/isteri
buri                                        wingking                              pengkeran                          belakang
caturan                                 wicanten                             ngandika                              bicara
dalan                                     radinan                                 margi                                     jalan
dikubur                                                dipetak                                 disarekake                          dikubur
deleng                                  ningali                                   mirsani                                                 melihat
dhuwit                                  yatra                                      arta                                        uang
duwe                                    gadhah                                 kagungan                            punya
enom                                    enem                                    timur                                     muda
gawa                                     bekta                                    asta                                        bawa
gelem                                   purun                                    kersa                                     mau      
iki                                            niki                                         punika                                  ini
imbuh                                   imbet                                    tanduk                                  tambah
iya                                          inggih                                    sendika                                                ya
jaga                                        jagi                                         reksa                                     jaga
jaluk                                      nedhi                                    nyuwun                                               minta
jamu                                      jampi                                     loloh                                      jamu
slamet                                  wilujeng                               sugeng                                 selamat
takon                                    taken                                    ndangu                                 bertanya
teka                                       dhateng, dugi                    rawuh                                   datang
tuku                                       tumbas                                 mundhut                             membeli
turu                                       tilem                                      sare                                       tidur
urip                                        gesang                                  sugeng                                 hidup
utang                                    nyambut                              ngampil                                                pinjam
waras                                    saras                                      waluya                                  sembuh
Dalam tingkatan bahasa Jawa banyak juga kata-kata yang sama baik ngoko dengan krama maupun krama dengan krama inggil, antara lain :
alis                                          alis                                          imba                                      alis
balung                                  balung                                  tosan                                     tulang
bapak                                    bapak                                    rama                                      ayah
brengos                               brengos                               rawis                                     kumis
cukur                                     cukur                                     paras                                     cukur
gugah                                    gugah                                    wungu                                  bangun
isin                                         isin                                         lingsem                                                malu
kalung                                   kalung                                   sangsangan                        kalung
ngadeg                                 ngadeg                                 jumeneng                           berdiri
abang                                    abrit                                       abrit                                       merah
gawe                                     damel                                   damel                                   buat
getih                                      rah                                         rah                                         darah
ilang                                       ical                                          ical                                          hilang
kayu                                      kajeng                                  kajeng                                  kayu
kebo                                      maesa                                   maesa                                   kerbau
larang                                    awis                                       awis                                       mahal
mudhun                               mandhap                             mandhap                             turun
mulang                                 mucal                                    mucal                                    mengajar
ora                                         mboten                                                mboten                                                tidak
Yang agak menggelikan adanya salah kaprah dalam penyebutan nama Desa atau Kota yang diganti dengan basa krama seperti Wonoginten (Wonogiri), Wonosantun (Wonosari), Bajul kesupen (Boyolali), Semawis (Semarang), Kawis Ageng (Karang gedhe), Kawis enggal (Karanganyar), Tirto gesang (Banyu urip), Tirto enggal (Banyu anyar), Selo warni (Batuwarno), Jatosradin (Jatiroto), Purwosantun (Purwosari), Redi santun (Gunungsari) dan yang paling aneh adalah Segawon Kendel (Suren, asu leren). Andreas Hutomo *dari berbagai sumber

Gembala Punya Cerita: Senyuman Maut

Picture
Di Pasewakan Agung Kerajaan Dwarawati duduk di Singgasana dengan anggunnya Sri Bathara Kresna atau Sang Wisnumurti. Dihadapannya duduk dengan kepala menunduk Patih Udawa dan Panglima Perang Senapati Raden Setyaki serta Putra Mahkota Raden Samba atau Wisnubrata. Di barisan belakang duduk berderet para Punggawa Kerajaan dan kerabat Istana. Belum selesai membicarakan tentang rencana pernikahan Raden Samba dengan Endang Manuwati putri Arjuna yang akan dilaksanakan pada hari Kamis Manis bulan depan, datanglah Raja Mandura Prabu Baladewa menunggang gajah pinjaman dari Way Kambas diiringkan oleh Patih Pragota menunggang badak dan Raden Wisatha putranya menunggang kuda Sumbawa.

“Tumben Kaka Prabu datang di Dwarawati tidak memberitahu terlebih dahulu, ada apa  gerangan?”
“Adinda Kresna, kedatanganku kemari untuk membertitahu kalau anakku Wisatha akan
menikah dengan putrinya Arjuna pada hari Kamis Manis bulan depan karena lamaranku sudah  diterima.”
“Kakanda, putrinya Arjuna itu banyak. Lalu yang mana yang akan dipersunting Wisatha?”
“Ha ha ha, anaknya dengan Dewi Manuhara yang namanya Endang Manuwati.”
“Maaf kakanda, Endang Manuwati itu yang akan dipersunting Wisnubrata.”

Terjadi sedikit keributan kecil karena ternyata Arjuna telah menerima lamaran Wisnubrata dan Wisatha. Belum sempat masalah itu diselesaikan datanglah Hanoman bersama putranya Bambang Purwaganti naik sepeda jengki dan mempunyai maksud untuk menyampaikan undangan pernikahan putranya dengan Endang Manuwati pada hari Kamis Manis bulan depan. Kini menjadi tiga orang yang telah diterima lamarannya oleh Arjuna, oleh karena itu Prabu Sri Bathara Kresna, Prabu Baladewa dan Resi Mayangkara alias Hanoman membuat MOU. Dalam MOU tersebut disepakati ketiga rombongan ini segera ke rumah Arjuna di Madukara untuk meminta pertanggung jawaban atas ulahnya mempermainkan para orang tua itu. Dijalur Pacitan - Wonogiri terlihat iring-iringan yang mengarak pengantin diiringi Marching Band Waton Muni pimpinan Kolonel Dursasana. Pengantin laki-laki Lesmana Mandrakumara Putra Mahkota Kerajaan Hastina menunggang kuda lumping dengan dandanan seperti penari Jathilan lengkap dengan kacamata hitam.


“Maaan Ku-niii, dulu Preg-giwa diam-bil Ga-tot-ka-caa . . . Preg-giwati diam-bil . . . diam-bil   Pan-cawa-laa, sekar-ang gen-dhuk Manu-wati for me yaaaa . .“ 
“He he he . . . he he . . cantiknya kaya gitu kok dipanggil gendhuk Lesss .  .  Les.” kata Dursasana.
“Husss, jangan ngomong begitu Dur, ajian Semar mesem dari wakne Gondhel ampuh sekali, lh Duur . . pasti Manukwari eh . . Manuwati akan termehek-mehek . .” sahut Patih Sengkuni.

Iring-iringan calon pengantin dari Hastina dan Dwarawati bertemu di daerah Giriwaya sehingga terjadi selisih paham karena berebut jalan. Pertengkaran dilanjutkan dengan peperangan tak bisa dihindari lagi sehingga para prajurit Dwarawati dibawah komando Panglima Setyaki segera bentrok dengan prajurit Kurawa dibawah Komandan Kompi Mayor Haswatama, ksatria berkaki kuda. Duel antara Setyaki dan Haswatama belangsung seru, namun ketika kepala Haswatama dihantam pakai gada Wesikuning oleh Setyaki segera menggelepar dan melarikan diri. Begitu juga duel antara Patih Udawa dan Raden Kartamarma, terjadi saling pukul dan saling tendang. Ketika Kartamarma lengah di swing rahangnya oleh Udawa sehingga nggeblak dan KO. Akhirnya pasukan Kurawa menghindar dan mencari jalan lain lewat Giritantra.

Nun jauh di Padepokan Wukiratawu, Brahmana Abiyasa atau Kresna Dwipayana sedang duduk dihadap para cantrik, manguyu, jejanggan sedang khotbah tentang hidup saling mengasihi. Kemudian datanglah Raden Angkawijaya putra Arjuna diiringi punakawan Semar, Gareng, Petruk dan Bagong.
“Ada apa ngger Angkawijaya kok wajahmu kelihatan mengandung kesedihan?”
“Mohon ampun eyang, selama ini rama Arjuna selalu menjaga kekerabatan agar terjalin kerukunan di antara keluarga. Namun ketika rama Arjuna menerima lamaran untuk  mempersunting adinda Dewi Manuwati dari Hastina, Dwarawati, Mandura, Kendalisada dan Jodipati lalu timbul keruwetan. Bagaimana agar tidak terjadi perselisihan antar kerabat ini,  eyang Begawan?”
“Eeee . . . wedoke siji kok lanange lima.” celetuk Bagong
“Husss, lambemu Gong . . . . aja ngawur!“ sahut Semar

Sang Brahmana tidak segera menjawab namun kemudian mengheningkan cipta memohon petunjuk Dewata Agung agar masalah ini terselesaikan dengan baik. Kemudian Sang Brahmana mengeluarkan pusaka milik Arjuna yaitu panah Hargadedali, Pasopati dan keris Pulanggeni serta Sarutama. Ketika memegang keris Sarutama Sang Brahmana wajahnya menjadi cerah dan tersenyum simpul.

“Angger Angkawijaya, jodoh, rejeki dan maut itu milik Sang Mahapencipta. Kiai Sarutama ini  mengandung kebenaran dan ketenteraman untuk berumah tangga. Oleh karena itu Endang  Manuwati harus menyisipkan keris ini dibalik kemben nya. Barang siapa yang kuat menerima  senyuman Manuwati, itulah yang berhak menjadi jodohnya.”

Gapura Kasatriyan Madukara indah dan megah dihiasi janur kuning dan aneka tetumbuhan hasil kreasi warga Radio Dalam yang menyiratkan akan adanya perhelatan Agung. Yang pertama datang adalah Raden Werkudara dari Jodipati sambil menggandeng tangan Raden Antasena anaknya dengan Dewi Urang Ayu putri Sang Hyang Baruna Dewa Lautan.

“Nini Endang Manuwati, lima orang ksatria mengaharapkan kamu menjadi pendamping  hidupnya. Oleh karena itu berikan senyummu yang paling manis agar tidak mengecewakan  mereka,” kata Arjuna.
“Kasinggihan Kanjeng Rama.”
“E he he ee . . . a-ku ja-di mening-kah ya, yang Kunii . . . lha ma-na gen-dhuk Wa-ti, maaan . . ?”
celoteh Raden Lesmana Mandrakumara sambil berjoget saking girangnya ketika sampai di kesatriyan Madukara. 
“O alah Lesss . . . Les, mbok ya sabar dulu  taa . . .” sahut Sengkuni
Akhirnya keluarlah Endang Manuwati yang cantik jelita seperti Bidadari turun dari langit berjalan bagai macan luwe sehingga seluruh hadirin terkesima dibuatnya.

Kini Raden Lesmana Putra Mahkota kerajaan Hastina itu sudah berhadapan langsung dengan Endang Manuwati. Hampir saja Raden Lesmana meloncat mau menubruk Endang Manuwati saking gemesnya, namun begitu melihat senyuman Endang Manuwati yang mengandung maut saat itu juga dia nggeblak semaput. Lemah lunglai seluruh tubuhnya sehingga digotong beramai-ramai oleh prajurit Kurawa dan meninggalkan tempat tersebut.
“He Arjuna muridku, kau apakan Lesmana sehingga semaput, he?” teriak Pendita Durna
“Eeee . . . mbegegeg ugeg-ugeg, hemel-hemel sadulita. He Begawan jangan asal ngablak saja,  Lesmana semaput karena kalah prabawa dengan Manuwati, artinya tidak berjodoh!” sahut Kiai Lurah Semar tak kalah berangnya.

Berikutnya satu persatu calon mempelai mengalami nasib yang sama. Raden Samba Wisnubrata begitu dilirik Endang Manuwati sambil tersenyum manis langsung nggeblak jatuh pingsan, demikian juga Raden Wisatha dan Bambang Purwaganti semua semaput dan gagal total karena tidak sanggup menerima senyuman Sang Dewi yang mengandung maut.

Kini giliran terakhir majulah Raden Antasena dengan langkah tegap penuh percaya diri. Ketika bertemu Endang Manuwati mereka saling pandang penuh arti dan ketika Endang Manuwati tersenyum maniiis banget, ditanggapi senyuman juga oleh Raden Antasena sambil memelintir kumisnya. Para tamu yang terdiri para Raja dan punggawa Kerajaan tertegun menyaksikan peristiwa tersebut dan suasana perhelatan mendadak sunyi senyap.
“Kakangmas Antasena, rupanya hanya kakangmas saja yang pantas menjadi suami saya,  sebagai batu karang perlindungan hamba.” tutur Dewi Manuwati sambil menyembah.
“Bregenjong-bregenjong waru doyong . . . tengahe growong.” Tiba tiba datang sinar terang menyilaukan mata ketika Bathara Narada turun dari Kahyangan dengan tawa yang khas.
“Hladalah . . . Jagad Dewa Mangestungkara. Manuwati memang sudah pinasthi menjadi   jodohmu angger Antasena. Arjuna segera laksanakan pemberkatan pernikahan ini!”
Akhirnya semua menyadari bahwa jodoh dari Dewi Manuwati memang Raden Antasena sehingga semua calon pengantin yang gagal, secara sportif menyalami sambil memeluk Raden Antasena kecuali Lesmana Mandrakumara yang sudah dibawa pulang ke Hastina meminjam ambulance milik Perkumpulan IKA. Andreas Hutomo *sumber pewayangan.

Powered by Create your own unique website with customizable templates.